PTK IPA SD Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning dengan Metode Pembelajaran Jigsaw dalam Meningkatkan Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam Konsep Organ Tubuh Manusia dan Hewan
Untuk mendapatkan file langkap (doc / pdf) hubungi : 0856 42 444 991
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan
ilmu dan kemajuan teknologi memerlukan sumber daya manusia yang
berkualitas agar mampu bersaing dengan bangsa lain. Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia merupakan tujuan setiap bangsa dalam
menghadapi tantangan kemajuan zaman. Peningkatan mutu pendidikan menjadi
salh satu factor yang sangat penting kaitannya dengan upaya
meningkatkan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan suatu sistem yang
di dalamnya terdapat beberapa komponen yang menjadi satu kesatuan
fungsional yang saling berinteraksi, bergantung, dan berguna untuk
mencapai tujuan. Komponen itu adalah tujuan pendidikan, pendidik, anak
didik, lingkungan pendidikan dan alat pendidikan. Kelima komponen
pendidikan tersebut, akan terimplementasikan dalam proses pembelajaran,
yaitu aktivitas belajar mengajar. Seseorang dikatakan telah belajar
apabila dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku dari tidak tahu
menjadi tahu yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sekolah
dasar sebagai penggal tertama pendidikan, seyogiyanya dapat memberikan
landasan yang kuat untuk tingkat selanjutnya. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 3 menyatakan sebagai berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakal mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Dengan
demikian sekolah dasar harus memberikan bekal kemampuan dan
keterampilan dasar strategis sejak kelas-kelas awal. Upaya meningkatkan
mutu pendidikan dasar ini tidak dapat ditunda-tunda lagi terutama dalam
peningkatan mutu proses pembelajaran Sekolah Dasar di era globalisasi.
Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan dasar yang tidak lagi
semata-mata berfungsi sebagai sarana sosialisasi anak didik, melainkan
sejak dini sudah harus menumbuhkan secara potensial menusia Indonesia
yang kelak mampu menjadi agen pembaharuan. Fungsi Sekolah Dasar tidak
semata-mata menjadikan keluarannya melek huruf dalam arti melek
teknologi dan melek pikir.
Sesuai
dengan tujuan pendidikan, maka tujuan pembelajaran di sekolah dasar
menginginkan agar siswanya memiliki pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, serta sikap dan nilai yang sesuai dengan tujuan pendidikan
secara menyeluruh mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut guru perlu memahami tugas dan tanggung
jawabnya. Menurut Amstrong (Nana Sudjana 2002:15) dinyatakan bahwa guru
mempunyai lima tanggung jawab, yaitu: 1) dalam proses pembelajaran, 2)
dalam memberikan bimbingan siswa, 3) dalam mengembangkan kurikulum, 4)
dalam mengembangkan profesi, dan 5) membina hubungan dengan
masyarakat. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar
bertujuan agar siswa mampu meningkatkan kesadaran akan tugas harian,
kebanggaan nasional dan kebebasan serta kekuatan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memahami konsep IPA beserta kaitan ya dan melalui
IPA siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan, serta sikap dan nilai yang ilmiah dalam memecahkan
masalah-masalah mengenai alam sekitar.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
merupakan model pembelajaran yang di dalamnya siswa bekerja dalm
kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar dan
dihargai atas prestasi kolektif mereka (Slavin 1995:2; Cruickshank,
Bainer, dan Metcalf, 1995:205). Pembelajaran kooperatif bukan merupakan
hal baru dalam pendidikan. Banyak metode pembelajaran kooperatif yang
telah dikembangkan oleh para pakar. Sebagai contoh adalah metode Student Team-Learning yang terdiri atas STAD (Student Teams Achivement Divasions), TGT (Teams-Games-Tournament), Jigsaw II, LT (Learning Together), GI (Group Investigations) (Slavin 1995:7-8); TAI (Team-Assisted-Individualization) dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) (Slavin 1997:285-286); serta Structural Approach yang dikembangkan oleh Spencer Kagan.
Guru
seharusnya bisa menumbuhkan semangat untuk belajar didalam kelas.
Terjadinya komunikasi yang intensif antara siswa dengan guru akan
meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Proses dikatakan bermutu
tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input
sekolah yang berupa guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dan hal-hal
lainnya dapat dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi berprestasi, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Dalam
proses pembelajaran IPA yang diterapkan di sekolah dasar siswa
cenderung hanya mendengarkan penjelasan dari gurunya yang harus
dihafalkan, sehingga siswa menjadi malas dan bosan. Kondisi yang
demikian membosankan dalam diri siswa pada akhirnya akan menyebabkan
motivasi berprestasi rendah dan mempengaruhi kompetensi belajar menjadi
rendah. Untuk menciptakan suasana agar siswa lebih aktif belajar
diperlukan kemauan dan kemampuan guru dalam mengambil keputusan yang
tepat dengan situasi belajar yang diciptakan dan mempertimbangkan
kondisi pengajaran yang diprediksi dapat mempengaruhi pencapaian
kompetensi belajar. Selain itu diupayakan suatu metode yang mengarah
pada pengembangan berfikir logis, sikap yang kritis dan kepekaan siswa
terhadap lingkungan sendiri sampai terluas.
Untuk
mendesain kegiatan pembelajaran yang dapat merangsang hasil belajar
yang efektif dan efisien dalam setiap materi pelajaran memerlukan metode
penyampaian yang tepat dan pengorganisasian materi yang tepat. Metode
pembelajaran hendaknya berprinsif pada belajar aktif sehingga dalam
proses belajar dan perhatian pembelajaran utama ditujukan kepada siswa
yang belajar, oleh karena itu guru harus dapat menggunakan berbagai
macam metode dan pengorganisasian materi dengan tepat. Metode
pembelajaran yang mendorong siswa aktif dalam proses pembelajaran adalah
metode pembelajaran jigsaw, discovery, inquiry, eksperimen, dan
brainstorming. Metode yang diharapkan agar siswa mampu menemukan dan
memahami konsep atau prinsip secara cooperative learning
adalah metode pembelajaran Jigsaw. Seperti pemikiran di atas maka
pengajaran di dalam kelas juga memiliki aspek yang sama, berdasarkan
prinsip saling ketergantungan. Setiap siswa mempunyai kemampuan serta
cara berfikir sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pendekatan jigsaw
dikembangkan untuk memberikan satu cara untuk membuat kelas sebagai
suatu komunitas belajar yang saling menghargai terhadap kemampuan
masing-masing siswa.
Sejalan
dengan itu metode Jigsaw di sekolah dasar kiranya merupakan alternatif
untuk memenuhi kebutuhan siswa, sehingga dapat mengoptimalkan
kemampuan, penalaran, dan keterampilannya untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Selain itu berdasarkan
pengamatan dan pengalaman peneliti sendiri selama ini proses
pembelajaran IPA di sekolah dasar jarang/belum menggunakan metode
Jigsaw. Hasil belajar/kompetensi belajar merupakan hasil dari suatu
usaha kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah
pengetahuan dan pengalaman yang dipelajari. Hasil belajar dalam proses
belajar dan pembelajaran dapat dipandang sebagai barometer keberhasilan
siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu maupun sebagai ukuran
keberhasilan guru dalam melaksanakan proses belajar pembelajaran. Hasil
belajar meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gagne
(Nana Sudjana 2002:45-46) mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar
yakni: 1) verbal information, 2) intelektual skill, 3) cognitive, 4) attitude, 5) motor skill.
Pencapaian
kompetensi belajar mata pelajaran IPA yang belum sesuai dengan salah
satu diantaranya adalah metode yang dipilih oleh guru dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran diupayakan pada kegiatan belajar yang
bermakna melalui strategi pengajaran, diskusi, bekerja kelompok, dan
memecahkan masalah serta menyimpulkannya. Berangkat dari latar belakang
masalah, maka penelitian ini diajukan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Learning dengan Metode
Pembelajaran Jigsaw dalam Meningkatkan Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam
Konsep Organ Tubuh Manusia dan Hewan Pada Siswa Kelas V di Sekolah
Dasar Negeri Kemasan 1 Serengan Surakarta”.
B. Rumusan Masalah
Dari
pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut. “Apakah dengan penerapan metode Jigsaw dapat meningkatkan
kompetensi belajar khususnya dalam penguasaan konsep IPA ?”
C. Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui
sejauhmana penerapan metode Jigsaw dapat meningkatkan kompetensi belajar
IPA khususnya dalam penguasaan konsep organ tubuh manusia dan hewan.
800x600 Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
DAFTAR PUSTAKA
Arends. 2001. Learning to Teach. 5 Edition. Singapore : Mc Grow-Hill.
Aronson. 2000. Histori of the Jigsaw. www.Jigsaw.org. Diperoleh pada tanggal 3 September 2005.
Brophy. 1998. Motivating Students to Learn. Toronto: McGraw-Hill.
Candler. 1995. Cooperating Learning and Hands-On Sciene. San Juan Capistrano, Clifornia: Kagan Cooperative Learning.
Cruickshank. Donald R. Bainer. Deborah L. dan Metcalf. Kim K. 1995. The Act of Teaching: Second Edition. Boston: Mc Grow-Hill College.
Dahlan. 1992. Manajemen Pembelajaran Modern. Jakarta : Gramedia.
Depdiknas. 200. Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk SD dan MI. Jakarta : Depdiknas.
Dimyati. 1990. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Johnson and Johnson. 1994. An Overview of Cooparetive Learning. http://www.co-operation.org/pages/overviewpaper.html. Diperoleh pada tanggal 16 Maret 2006.
Kagan. 1985. Dimension of Cooperative Classroom Structure. Learning to Cooperative, Cooperate to Learn: 67-102. London: Planum Press.
Maltby. 1995. Educational Psychology: An Australian and New Zealand Perspective. Sidney: John Willey & Sons.
Manning and Lucking. 1992. The What, Why and How of Cooperative Learning. (Marcia K. Pearlshall. Relevant Research). (69-75). Washington:TNSTA.
Mc. Niff. 1992. Management of Learning. Sidney: John Willey & Sons.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Purwaningsih E. 2004. Efektifitas
Model Pembelajaran Jigsaw dan Peta Konsep terhadap Prestasi Belajara
Fisika dalam Materi Interferensi Cahaya pada Lapisan Tipis ditinjau dari
Minat dan Intelegensi Siswa. Surakarta: Program Studi Pendidikan Sains. Program Pascasarjana UNS.
Roland. 1997. Benefits of Collaborative Learning. http:// www.fsu.wou.edu. Diperoleh pada tanggal 3 September 2005.
Salvin. 1995. An Introduction to Cooperative Learning Research. London: Plenum Press.
Soemanto. W. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soeparman. A. 1993. Disain Intruksional, Jakarta : PAU – UT.
Sudjana. N. 2002. Dasa-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo.
Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS.
Towns. 1998. How Do I Get My Students to Work Together ? : Getting Cooperative Learning Started. Journal of Chemical Education (JCE) 75 (1):67-69.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.
Walf. 1995. Prosedure Cooperative Learning. Sidney: John Willey & Sons.